Rabu, 17 Juni 2020

Untukmu (satu)



Hai, apa kabar?
Semoga kamu baik-baik saja.

Untukmu Tara Mandalika,

Hari ini aku tak sengaja, membuka kembali gallery album foto dilaptopku. Kamu tahu, apa yang aku temukan? Aku menemukan sebuah screenshoot percakapan pertama kita yang membuat aku tak bisa berhenti memikirkanmu sampai hari ini—saat aku menulis surat ini. Kata-kata yang malam itu kamu kirimkan sampai saat ini masih membuatku tersipu dan jantungku berdegup kencang saat membacanya. 

Alina, jika aku tidak jadi menikah dengannya, aku akan melamarmu. Diterima ataupun ditolak, aku sudah siap dengan resikonya” ujarmu dalam sebuah pesan singkat pada hari Jumat, 4 Agustus 2017 pukul 22.00 WIB
Kamu bisa bayangkan wajahku saat itu, tiba-tiba aku mendapatkan sebuah pesan singkat yang mengagetkan, dari orang yang tak asing bagiku.
Aku enggak tahu kenapa malam itu aku memberikan jawaban seolah menenangkanmu dan seakan memberimu harapan bahwa aku menyetujui pernyataanmu. Aku enggak ngerti sama perasaanku malam itu. Aku benar-benar bingung; bingung harus menjawab apa dan bagaimana.

Perasaan yang entah harus aku namai apa, karena terlalu cepat jika aku menyebutnya jatuh cinta. Perasaan yang entah harus aku namai apa, karena terlalu singkat jika aku menamainya rasa nyaman. Perasaan yang entah harus aku namai apa, karena perasaan itu ada dan entah datang sejak kapan. Ada rasa hangat yang berdesir jauh di dalam palung hatiku, entah kenapa dan entah apa.
Kamu dan tanggal empat Agustus Duaributujuh belas, adalah sebuah konspirasi dari semesta yang tak akan pernah hilang dalam ingatan aku

Ra, banyak sekali hal baik yang kamu bawa ke kehidupan aku; hal-hal baik yang terkadang dibungkus dalam perilaku menyebalkannya kamu. Entah akan ada berapa banyak surat yang aku tulis—yang isinya sudah pasti tentang segalamu, dan juga tentang kita.

Ra, ijinkan aku untuk memberi tahu semesta bahwa kamu tidak seburuk yang mereka sangka, bahwa aku (selalu) mencintaimu dengan suka rela.


Salam Sayang,
Alina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar