Minggu, 17 Desember 2017
Ketika hujan menghujam tanah yang aku pijak, aku tertegun sejenak. Tiba-tiba aku teringat pada sosokmu. "Ya Allah jika dia bukan yang terbaik untukku, keluargaku dan Agamaku, maka jauhkanlah dia dari aku. Namun jika dia yang terbaik untukku, berikanlah kemudahan dan petunjukMu" begitulah bisik hatiku.
Kamis, 07 Desember 2017
UNTUKMU YANG SENANG BERCANDA; HATI-HATI
Sebenarnya aku sama sekali
gak kepikiran buat nulis seputar “bully” atau semacamnya. Hanya saja hari ini, aku
menemukan beberapa permasalahan atau kasus yang hampir serupa dengan apa yang
pernah aku alami. Entah yang aku alami ini termasuk ke dalam kategori tindakan
“bully” , “body shaming”atau semacamnya. Yang jelas beberapa waktu lalu aku
mengalami ketidaknyamanan atas candaan teman
aku. Dan menurut aku, apa yang teman aku lakukan itu termasuk kategori
membully, tapi waktu itu si pelaku tidak terima disebut membully jadi sebut saja menjurus ke arah “bully” .
Aku menulis ini bukan bermaksud
ingin menyudutkan seseorang. Ini hanya opini aku. Aku hanya ingin bersuara atas
apa yang aku alami dan aku rasakan. Dan mungkin diantara kalian yang membaca
ada juga yang pernah mengalaminya. Aku bukan termasuk orang yang senang
menanggapi atau membalas komentar buruk yang menjurus ke arah nyinyiran/cibiran. Aku lebih
senang menanggapinya dengan senyuman, selama itu masih dalam batas wajar. Tapi ketika
bercandanya/menyinyirnya sudah melebihi batas wajar, aku berubah menjadi orang
yang responsif. Aku juga termasuk orang yang senang bercanda, kadang ceplas-ceplos
juga, tapi pada tempatnya(kapan, pada siapa dan dimana).
Bercanda seperti apa sih
yang bikin aku risih sampe mau bikin tulisan ini. Bercanda yang terus menerus,
diulang-ulang dengan bercandaan yang sama, dan bercanda pada hal yang tidak
semenstinya dijadikan objek candaan.
Awalnya aku merasa biasa
saja dengan candaan yang meledek statusku yang masih jomblo. Toh emang kenyataannya
seperti itu. Tapi beberapa waktu yang lalu, dalam sebuah grup aku merasa tidak
nyaman dengan ‘sebuah candaan’ entah siapa yang memulai, ya kurang lebih inti candaanya
seperti ini “masa sih, followers banyak
tapi masih jomblo, masa sih followers banyak gak ada yang nyangkut(suka)”. Sebenarnya
candaan seperti itu bukan hal yang asing buat aku. Bisa dibilang makanan aku
sehari-hari. Padahal jumlah followers aku juga masih belum seberapa. Terus kenapa
mesti geram atau marah kalau udah biasa? Kalau memang sesuai kenyataannya masih
jomblo? Ya kalau sekali dibencandainya aku juga biasa aja. Kalau sering? Kalau becandanya
bukan Cuma digrup chat? Kalau bercandanya tiap ketemu? Dan bercandanya tidak
merembet ke hal lain (followersku yang tidak salah apa-apa). Masa aku diem aja?
Kenapa sih mesti bawa-bawa followers? Toh dalam chat itu, aku tidak sedang
membanggakan followersku. Aku marah karena antara statusku dan followers tidak
ada hubungannya sama sekali. Lagian akun instagram aku pun BUKAN AKUN CARI
JODOH. Dan aku pikir kali ini aku harus bicara, tentang ketidaknyamananku atas
candaanya. Untuk yang kedua kalinya aku dibikin geram, sama orang yang sama. Dulu
aku sempat keluar dari grup karena saking geramnya(lupa lagi masalah apa, yang
jelas dicandain sama orang yang sama). Tapi kemarin, aku bertahan, aku gak
keluar dari grup, karena menurutku orang macam dia harus dilawan (dibenarkan)
kelakuannya. Dia makin senang ketika aku memperlihatkan kemarahanku. Semacam menertawakan
kemarahanku dengan mengatakan sifatku yang terlalu “sensitif”. Dengan entengnya,
setelah membuatku super geram, gemas. Karena kemarahan aku keliatan banget di
antar chat waktu itu. Akhirnya dia meminta maaf dengan alasan yang dia lakuin
itu bercanda. Kalau one by one sih oke, tapi kalau dalam grup dan bercandanya
kadang didepan orang banyak. Menurutku tak bisa ini tidak bisa didiamkan. Dan fyi
yang candain aku, laki-laki.
Setahu aku yang bisa
dikategorikan bercanda itu ketika sama-sama nyaman/menikmati candaannya. Kalau sudah
tahu ada salah satu yang merasa tidak nyaman ya itu bukan bercanda namanya. Harus
dihentikan bercandanya. Bukannya malah semakin senang— merasa menang , menganggapi
kemarahan seseorang sebagai lelucon.
Tadi pagi aku membaca postingan tentang pelecehan verbal.
Sehingga aku pikir candaan yang terjadi dalam grup chat-ku bisa dikategorikan
dalam pelecehan verbal.
Secara sekilas sih masalah
yang aku alami bisa dianggap sepele. Dengan meminta MAAF, masalah selesai. Dan tulisan ini pun mungkin akan dipandang
terlalu berlebihan olehnya. Tapi bagaimana jika terjadi, atau yang mengalami, atau
korbannya orang-orang yang lebih sensitif dari aku. Bisa saja kan terjadi hal yang
buruk? Batin merasa tertekan dengan adanya ‘candaan’ banyaknya followers tapi
status masih jomblo. Apalagi Candaan yang dilakukan secara terus menerus. Mungkin
kalian yang masih jomblo, single, atau belum memiliki pasangan. Sedikitnya pasti
ada rasa tidak nyaman jika terus menerus dihujani dengan candaan yang
mempermasalahkan status. Kita yang jomblo kok kalean yang rempng. Plis deh~
Aku nulis ini Cuma ingin
menegaskan. Tolong hati-hati dalam bercanda. Karena kita tidak pernah tahu apa
yang sedang dialami lawan bercanda kita. Apakah emosinya sedang stabil atau tidak?
Apakah keadaan si lawan bercanda kita baik-baik saja atau tidak? Dan menurutku ‘status’
seseorang bukanlah objek yang tepat untuk dijadikan bahan candaan, apalagi
secara berlebihan.
Kemarahan aku dalam grup pun,
bukan semata-mata karena tersulut emosi atau ingin membalas candaan dengan
keseriusan. Wajar saja jika aku marah,
karena menghubung-hubungkan ‘statusku’ dengan media social. Mungkin teman-teman
di grup pun melihat jelas bagaimana reaksi aku pada saat itu. Bagaimana
geramnya aku saat itu. Aku marah karena merasa tidak nyaman atas candaan yang
telah dilakukan oleh temanku. Itu saja.Beberapa orang digrup itu malah lebih
memilih menjadi penonton. Diam, mungkin ada juga diam-diam memperhatikan. Menganggap
tidak penting dan mungkin malah menilai aku yang terlalu berlebihan atau
baperan.
Hingga saat ini aku berhasil
melawan diriku sendiri untuk mengungkapnya di media social. Sebelumnya tidak
ada yang mengetahui perihal ini. Aku sama sekali tidak berpikiran untuk menulis
hal semacam ini.
Bagaimana sikap dia sekarang
terhadapku? Dia diam, tidak pernah bercanda lagi denganku dan menyinggung
masalah followersku. Mungkin dia enggan bercanda lagi denganku, karena aku yang
terkesan terlalu berlebih memakai perasaan. Terserah, menurutku sikapmu sudah
berlebihan. Sudah melebihi batas bercanda. Marahku pun aku rasa wajar.
Semoga bermanfaat.
Untuk kalian yang senang bercanda.
Carilah bahan candaan yang lebih berkelas dan berfaedah. Dan ketika menerima
candaan yang membuat kalian merasa tidak nyaman, lebih baik diungkapkan. Karena
jika dibiarkan, topic candaan sama akan terulang, secara terus menerus. Atau perlakuan
yang hampir sama dari sipelaku akan terjadi kembali mungkin dengan candaan yang
beda.
-----
Perihal status seseorang,
sudahlah tak perlu menjadikan status seseorang sebagai bahan candaan. Mereka yang
belum menikah tentu memiliki alasan tersendiri yang menurut dirinya baik. Terlebih
memang belum waktunya untuk menikah.
Kata temenku “status yang
masih sendiri memang sangat rawan untuk diejek atau dijadikan bahan candaan, entah
di sekolah, tempat kerja, lingkungan
rumah atau keluarga. Kita tidak bisa mengontrol pikiran dan ucapan orang lain.
Tapi kita bisa mengontrol apa yang bisa kita perbuat”
Aku setuju, benar kita tidak
bisa mengontrol pikiran dan ucapan orang lain. Tapi jika sudah berlebihan, aku
rasa, kita perlu mengingatkan. Perihal batasan-batasan.
“Stop berlebihan mengurusi dan mengomentari
kehidupan orang lain yang tidak kita kenali dengan baik ataupun tidak kita
ketahui bagaimana kehidupan dia yang sebenarnya. Dan bercandalah se-elegan
mungkin”
----
Masih banyak yang ingin aku
ceritakan.Yang aku tulis ini hanya salah satu dari sekian banyak cerita
nyinyiran/cibiran yang pernah aku terima. Terutama komentar “sedap” dari netijen media social. Ya namanya juga lyfe,
suka dan tidak suka selalu berdampingan. Apalagi motto netijen jaman now :
kalau tidak mau dikomentari jangan posting/main media social. Hm, berkomentar
juga ada etikanya keleuz :)
Apakah yang aku alami
termasuk bullyng atau tidak? Bagi yang ingin berkomentar, jangan sungkan.
Bagi yang pernah menjadi korban bullying. Boleh cerita ke aku juga. Silahkan di DM
instagram atau di email juga bisa.
Terima kasih
Rabu, 06 Desember 2017
Bagaimana jika ..
Bagaimana jika aku mendambamu?
Bagaimana jika aku menginginkanmu?
Bagaimana jika namamua adalah yang selalu kusemogakan dalam
doa-doaku?
Bagaimana jika aku mencintaimu?
Apakah kau akan menjauhiku?
------
Untukmu;
Aku mendambamu, aku menginginkanmu,
aku mencintaimu, rasaku terus melaju padamu, hingga dalam doa dan pintaku ada
namamu yang tak pernah terlewatkan. Bukan, bukan aku tak berani mengungkapkan.
Aku hanya sedang memperjuangkanmu melalui kekuatan doa. Aku takut jika kamu
mengetahuinya, keadaan akan berubah. Tak apa jika berubah menjadi lebih baik. Aku
takut jika keadaan berubah menjadi lebih buruk, aku tak siap menanggung
akibatnya. Maka dari itu, aku lebih memilih diam, sementara waktu. Selain untuk
memantapkan hati, aku juga sedang meminta petunjuknya. Kemana rasa ini akan
bermuara. Apakah padamu yang aku semogakan? ataukah pada dia yang tak terduga?
-------
Bagaimana jika kamu mengetahui tentang perasaanku?
Bagaimana perasaanmu
setelah membaca tulisanku ini?
Apakah kamu memiliki perasaan yang sama? Apakah sebaliknya?
Langganan:
Postingan (Atom)