Minggu, 04 Juni 2017

MEMENDAM RASA SENDIRIAN (part II)




Diam-diam aku mencarimu. Dan Tuhan menunjukan jalannya, untukku—menujumu. Ada banyak keunikan yang aku temui dari petunjukNya, hingga terkadang membuatku tersenyum sendirian. Diam-diam aku memandangimu dari balik layar kaca ponselku. “Mengapa kau membuatku tersiksa seperti ini? Mengapa kau terus saja hadir dalam ruang ingatku? Mengapa aku terus mencari tahu tentangmu? Mengapa aku menunggumu? Mengapa kau hadir ke dalam kehidupanku? Siapa kau sebenarnya?” Hati dan otakku, sesak dipenuhi tanda tanya yang tertuju padamu.

Ada rasa yang paling aku tak mengerti dari semua ketidakbiasaan ini yaitu, aku merindukanmu. Ya, begitulah adanya dan nyatanya. Ada riuh dalam dada yang sering kali kurasa, ketika namamu tak kunjung tiba di “suatu notifikasi”. Ada debar yang hanya aku tahu bagaimana rasanya. Debar yang membuat tanganku bergetar seketika. Debar yang membuat seluruh tubuhku terdiam seketika, ketika sosokmu hadir dihadapan mata—dibalik layar kaca.

Hari berlalu begitu cepat, sedang kau terus saja ada membuat hatiku semakin tertambat. Ingin rasanya saling melempar tanya denganmu, berbagi cerita mengenai hari yang berlalu begitu cepat. Berbagi cerita mengenai hal apa saja yang telah kita lakukan di kesibukan masing-maisng. Ingin sekali rasanya menyapamu, di pagi dan malam hari. Namun apa daya, aku hanya bisa memendamnya.Ya, Memendam sendirian.

Bicara tentang memendam perasaan. Bagaimana rasanya memendam rasa sendirian? Tentu beraneka ragam rasanya. Kayak permen ya? Haha. Kadang, ada bahagia yang tak mampu diungkap kata, ketika tiba-tiba kau ada, menjelma melalui sebuah notifikasi. Ada gundah yang tak bisa aku enyahkan ketika namamu tak jua ada, di notifikasi itu. Sungguh, aku mulai berlebih mengartikan perasaan yang kian tumbuh ini.

Dan. Ketika mereka berkata, mengapa tak diungkapkan saja padanya? Bukankah, setiap orang memiliki hak untuk suka pada siapa saja? Ya, memang kita bebas menyukai siapa saja ataupun apa saja. Namun, tetap ada batasannya. Kita bisa menyukai siapa saja lalu mengungkapkannya, selama tidak melanggar aturan dan memperkeruh keadaan. Menjelaskan perihal perasaan bukanlah hal yang mudah. Sebab, perasaan itu adalah Anugerah yang harus kita maknai kehadirannya dengan hati-hati. Pun aku yang terus memaknai kehadiranmu, hingga detik ini. Sehingga aku masih enggan mengungkapnya.


Begitulah...

Perasaan memang tak bisa diatur, tapi setauku perasaan bisa diredam. Ketika perasaan tengah bermekaran, kita harus bisa menjaganya agar tetap mekar dan tumbuh sebagaimana mestinya. Dan hanya dengan doa perasaan itu akan tumbuh sebagaimana mestinya. Doa akan membawa perasaan itu kepada sang pemilik hati yang sebenarnya. Dan mendoakanmu adalah mampuku, saat ini. Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu.


Jika pada akhirnya kau mengetahui apa yang pernah kurasa padamu. Mungkin kau akan bersikap biasa saja. Sebab kau tak mengalaminya. Mungkin juga akan kebingunan menghadapinya. Tapi tenang saja, aku sudah paham. Tidak semua perasaan akan mendapat balasan, begitu bukan? Dan aku tidak berharap banyak darimu perihal itu. kehadiranmu ke dalam hidupku saja, sudah lebih dari cukup. Kau telah mendekatkan diriku PadaNya, Sang PemilikMu. Semenjak pertemuan itu, selain aku terus memikirkanmu, aku juga terus mendoakanmu. Menyebutmu dalam deretan semogaku. Tak apa-apa ya? Aku tak perlu meminta ijin padamu ‘kan?  Aku anggap saja kamu menjawab “ya”.


Biarkan aku menjadi pemerhatimu diam-diam. Orang yang mendoakanmu diam-diam. Dan menuliskan segala rasaku yang tertuju padamu. cukuplah yang Maha SegalaNya, yang tahu perihal rasa ini. semoga doaku segera sampai di ruang hatimu.


_Selesai_




Noted : entah nyambung atau engga, #yangpentingnulis #nulisaja #tulisajadulu
Semoga kamu membacanya, iya KAMU !!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar