Jumat, 14 April 2017

KAU TERLIHAT BERBEDA


Untuk pertama kalinya aku memberanikan diri melihat dengan seksama sosok yang ada dihadapan Mataku. Satu-persatu segala macam hal yang menempel ditubuhmu. Rambutmu, bajumu, celana jeansmu, bahkan sepatu yang kau pakai, untuk pertama kalinya mataku menyempatkan singgah disepatumu. Kau masih saja mempesona dimataku. Hanya saja ada yang berbeda, ketika mataku terjatuh dimatamu. Kutatap matamu; pendar. Lalu, mataku terdampar disenyumanmu; pudar.

Tatap dan senyuman yang tak seperti biasanya kulihat. Ada apa denganmu? Bukankah harusnya kau tengah bahagia dengan pilihanmu? Batinku bermonolog. Entahlah, aku tak tahu.


Ketika itu; saat duduk berhadapan denganmu. Ratusan aksara dalam otakku saling beradu diiringi tanda tanya dibelakangnya. Bertanya-tanya mengenai perubahanmu yang begitu signifikan. Mengapa kau berubah? Mengapa matamu bersedih? Mengapa kau gugup? Mengapa dadaku masih saja berdebar ketika kau berada dihadapanmu? Diantara banyak pertanyaan yang saling beradu dalam otakku, ada satu pertanyaan yang paling tak aku pahami, yaitu perihal debar yang masih saja enggan meredup. Debar yang masih saja meletup-letup.

Aku telah merancang keadaan, sebisa mungkin untuk tidak bertemu dengamu(sementara ini). Nyatanya, aku tak bisa, kau menggagalkan rencanaku. Kau, tiba-tiba ada. Dihadapanku. Meruntuhkan benteng ketidakpedulian yang sedang kubangun. Melemahkan otak dan perasaanku. Entahlah, kau selalu berhasil memecah-belah konsentrasiku.

Meskipun kau telah dengannya. Asal kau tau. Ketika perbincangan singkat itu, aku menahan beberapa kata yang sebenarnya ingin aku sampaikan. "Rasaku masih ada untukmu, namamu masih mengisi barisan semogaku. Tenang saja, apapun yang orang katakan aku tak peduli. Kini kita hanya perlu berdoa, untuk meyakinkan perihal perasaan yang ada di diri masing-masing. Kumohon, jangan buatku merasa bersalah dengan menunjukan kesedihanmu. Yakinlah, rencana Tuhan jauh lebih indah dibanding rencana kita". Ingin aku mengatakannya sembari menggenggam tanganmu. Namun aku bisu, aku tak bisa mengatakan itu semua. Kau terlanjur melemahkan saraf-saraf yang ada dalam tubuhku. Hingga aku, hanya bisa tersenyum saja, seolah ingin segera mengakhiri segalanya.

Aku hanya bisa bersembunyi dibalik senyuman dan kepura-puraan. Aku tersenyum, sebab hanya itu yang aku pikir mampu meredakan keresahan saat itu. Dan perihal kepura-puraan. Entahlah, sampai kapan aku akan berpura-pura tak menginginkanmu. Mungkin sampai aku lupa bahwa aku sedang berpura-pura(tak menginginkanmu).


Bandung, 14 April 2017 | 07.00 WIB


Terima kasih sudah mampir dan membacanya 😊



Tidak ada komentar:

Posting Komentar